FJ…
Takdir
Yang Memaksa
Cuaca
tak menentu, suasana isi hati ku. Keadaan makin sulit saja. Dengan kehidupan
yang tiada henti mendatangkan cobaan. Hingar bingar kota busuk ini membuat aku
muak pada diri ini. Bagi sebagian orang menanggapi ini sebagai sebuah anugerah,
sebagian orang itu selain aku. Mereka hanyalah sekumpulan manusia yang serakah
mencoba menentang takdir, memperbaiki nasib, bahkan menyalahkan aturan
pencipta. Dan sungguh disayangkan Ini
bukan akhir dari segalanya, bahkan ini baru permulaan.
“Keluarlah atau perlu
aku meledakkan isi kepalamu itu. Sangat menjijikkan!!” berhenti sejenak dan
menoleh kebelakang.
“Ahh.. aku ketahuan ya,
Hehe” ujarnya dengan konyol
“Sampai kapan kau akan
menguntitku seperti itu?” gertak ku dengan nada malas.
“Pidu ayolahh, sampai
kapan kau melarikan diri dari takdirmu ini?”
Yah, benar ini takdirku. Apakah aku harus senang dengan
takdir yang mempermainkan ku ini. Aku hanyalah gadis biasa, yang hidup tenang
selama 18 tahun di desa yang sangat tentram. Aku berkebun dan mempunyai kedua
orang tua yang sangat menyayangiku lebih dari semua yang mereka miliki, aku
tumbuh dengan penuh kasih sayang, hidup kami berkecukupan sebagai penduduk
desa.
Desa kami subur dan
makmur, setidaknya sebelum hari itu terjadi..
1 Tahun Sebelumnya
2015
“Pidu sayang, pergilah
memanen hasil kebun di ujung desa” pinta
ibuku dengan lembut
“Tunggu sampai ayah
menjemputmu ya, anakku” ujar ayahku
Setelah itu aku pergi tanpa menyangka bahwa itu adalah
hal terakhir yang dikatakan mereka dan ayah mengingkarinya… ayah tak kunjung
datang hingga senjapun tiba. Akupun tak tahu sejak kapan aku tertidur pulas
sewaktu menunggu ayah. Tak lama setelah aku terbangun untuk pertama kali nya
perasaan aneh yang bergeming di dadaku membuat aku sontak berdiri dan menangis
sambil berlarian seperti ada sesuatu yang mendorongku untuk bergegas pulang.
Untuk pertama kalinya suhu tubuhku tak karuan dan pikiran ku terasa mengawang
mendahului ragaku sendiri. Seakan ia berlalu menembus angin.. tunggu!! Kenapa
aku bisa melihat sesuatu yang jauh dari pandanganku. Aku sudah sampai melihat
rumahku yang berantakan seperti ada gempa yang meluluh lantahkannya. Padahal
ragaku masih menyisiri sungai untuk sampai ke rumah. Tanpa perduli apa yang
terjadi padaku saat itu, aku segera memasuki rumah dan mencari kedua orang
tuaku. Tak ada.. mereka tak terlihat di sekitar rumah, entah apa aku harus
merasa lega atau aku harus sedih. ku ambil bingkai foto yang berserakan
dilantai. Pada saat itu, seakan aku melihat kedua orang tuaku berlari kearah
gudang persediaan hasil panen kami tak jauh dari rumah. Aku merasa heran dan
takjud dari mana semua ini bisa terjadi pada ku.
Tunggu,
Aku
melihat ada sosok hitam melayang yang mengejar ayah dan ibuku. Segera aku
berlari menuju gudang penyimpanan.
Apa ini, aku yakin ini
adalah gudang penyimpanan kami.
Tumpukan
sayur mayur, buah-buahan segar dan berbagai hasil panen lainnya yang tertata di
gudang, tapi yang sekarang aku lihat hanya ruang besar yang tampak bukan
seperti gudang hasil panen. Tetapi, lebih layak seperti kastil untuk berdoa
dipenuhi lilin dan buku buku tebal kuno serta benda-benda aneh lainnya. Akupun
tertengun beberapa saat.
Aku
menyusuri ruang tersebut dan aku terkejut melihat ayahku memakai jubah putih
dan tampak bukan seperti ayah. Namun, aku yakin itu adalah ayahku. Ibuku
terlihat ketakutan dan menangis tersedu sedu di pelukan ayahku. Aku berteriak
sekencang mungkin hingga tenggorokan ku sakit. Namun seolah mereka berdua tak
menghiraukan teriakan ku.
Bukaan..
Mereka
bukan berdua, mereka bertiga bersama sosok hitam itu lagi. Apa mereka tidak
bisa mendengarku, mereka tepat didepan mataku. Kenapa mereka seakan
tidak menyadari kehadiranku.
Aku disini ibu, ayah.
Aku takut
Aku
terus berusaha menyentuh mereka tapi aku tak bisa. Mereka tak menyadari ada aku
disni. Sosok hitam itu tak melakukan apapun kepada ayah. Bahkan tak
menyentuhnya, tetapi ayah terlihat sangat cemas dan kesakitan. Aku baru
menyadari perut ayah berdarah, apa karena itu ibu tak berhenti menangis. Apa
ini perbuatan makhluk itu. Aku tak terima aku mencoba melemparkan apapun yang
ada disekitarku. Tapi aku tak bisa menyentuh apapun dengan tanganku.
Ayah ibu bertahanlah.
Hanya itu yang bisa aku katakan. Aku tak sanggup melihat ayahku kesakitan
bahkan tanpa disentuh makhluk itu. Kemudian sekarang apa yang ia lakukan pada
ibuku. Ibuku seakan merasa tercekik hingga lemas tak berdaya.
Masih
terngiang di telingaku sosok itu mengatakan Sudah
berapa lama kalian bersembunyi.tak akan lepas dari takdir yang akan
menjemputmu.
Sontak
aku terberteriak tidaakkkkk.. jangan.
Tolong jangan lakukan ini pada ayahku. Ibu tolong sadarlah. Siapapun tolong
kami. jangann kumohon..hikzzhikkzzhikzz ayahhh ibu maaf kan aku.huuuhuuuhuuuu
Setelah kejadian itu, ibu dan ayah
ku lenyap bersama dengan sosok hitam itu tanpa aku mengerti sedikitpun. Kecuali
kenyataan pahit bahwa kedua orang tuaku sudah tiada. Aku berharap ini hanyalah
mimpi, aku tak sadarkan diri kenapa aku tergeletak di pesisir sungai dan aku
harap ini hanyalah mimpi. harapanku begitu besar hingga pada kenyataanya benar
gudang kami berubah menjadi kastil yang persis ada dimimpiku dan satu lagi kenyataan
itu bukanlah mimpi…
Bukan
hanya gudang penyimpananku yang berubah jadi kastil, semua kebun kami yang
biasa kaulihat ternyata hamparan hutan belantara yang indah. Aku hampir tak
mengenali rumahku, serupa dengan kastil tersebut namun tak terlihat benda aneh
seperti yang ada di bekas gudang ku itu. Untuk beberapa hari aku tergeletak
tanpa hasrat untuk hidup. Namun setelah kejadian itu terlalu banyak perubahan
yang aku alami. Hal yang tak bisa dijawab logika; aku dapat mendengar suara
hati hewan disekitarku, merasakan apa yang akan terjadi, melihat masa lalu,
tentu saja aku belum mengetahui apakah itu berlaku untuk manusia yang aku
jumpai. Karena desa yang aku tinggali ternyata hanyalah hutan belantara yang
damai tanpa kehidupan manusia. Aku tak mengerti kemana semua penduduk desa
apakah itu juga aneh?, tidak..tidak cukup aneh ketika aku melihat lebih banyak
keanehan yang terjadi belakangan ini. Bahkan aku tak tau sudah berapa lama aku
seperti ini. Aku memberanikan diri kembali ke kastil gudang panenku itu. Aku
melihat semua catatan kuno dengan bahasa yang aneh dan tak terlalu aneh aku
dapat membacanya karena sudah terlampau banyak keanehan yang terjadi. Dan
sekarang aku memahaminya.
2016
Aku pergi kekota untuk
pertama kalinya dalam hidupku. Dan kesan pertamaku begitu buruk tentang manusia
dikota ini. Apakah karena memang aku sesungguhnya tidak pernah bertemu dengan
manusia ataukah manusia memang seperti ini? Mendapati kenyataan sesungguhnya
aku bagian dari manusia itu sendiri membuatku malu mengakui aku adalah setengah
manusia. Aku melebihi apa yang tak bisa manusia lakukan dengan melampauinya
seperti ayahku dan aku lemah layaknya manusia biasa seperti ibuku. Tetapi
sesungguhnya aku sangat terbebani oleh keadaan ini; mendengar suara hati yang
penuh amarah, kedengkian, kepalsuan membuatku muak, dan melihat masa lalu serta
masa depan yang sering melintas di kepalaku itu sangat merepotkan, karena aku tak
mau terlibat di kehidupan seseorang.
“Heii.. Pidu sampai
kapan kau berdiam diri seperti”
“Kau..”
“Berhentilah
memanggilku dengan sebutan itu !! dan berhentilah mengikutiku brengsek”
“Ayolah
pidu, kau bahkan tak menyebutkan namamu. Terimalah takdirmu bahwa kau adalah
penyelamatku? Kau menyelamatkanku dari kematian. Aku akan mengabdi padamu wahai
piduku”
“seharunya
aku biarkan kau mati” ucapku dengan menyesal. Itulah mengapa aku tidak mau
terlibat di kehidupan orang lain. Seharusnya aku biarkan saja dia tertipu
dengan rekan bisnisnya, hingga dia bangkrut dan berakhir bunuh diri. Itulah
yang aku lihat pada masa depannya. Dan aku mengacaukan nya hingga sekarang
menyulitkan diriku sendiri karena dia terus mengikutiku. Sesungguhnya bukan
hanya karena dia mengikutiku, tetapi karena pikiran menjijikkannya yang
menginginkan aku menjadi jimat keberuntungan dalam bisnisnya itu yang membuat
aku muak dan menyesali perbuatanku telah menolongnya. Mungkin lain kali aku
akan lebih acuh saja pada nasib seseorang.
Bukankah
manusia itu memang saling menghancurkan, untuk tetap hidup mereka saling
memanfaatkan. Sekarang aku mengetahui mengapa ayah membuat kehidupan sendiri
ditengah hutan tanpa peradaban manusia sesungguhnya, dia melakukan ini
semata-mata untuk menjagaku, membuat aku hidup damai dan tentram. Bahkan dia
telah mengetahui masa depanku dan meninggalkan tulisan tentang banyak
pertanyaan yang ingin ku ketahui setelah kejadian kelam itu. Bahwa ayahku
sesungguhnya setengah dewa dan ibuku adalah manusia biasa.
Mereka
adalah sepasang makhluk yang ditentang untuk saling mencinta hingga mereka
melarikan diri dari takdir dan membesarkan aku dengan kehidupan sempurna hingga
aku siap menerima kenyataan yang sesungguhnya. Disitu tertulis bahwa ayah
menulis ini semua bahkan sebelum aku dilahirkan didunia dan bahkan sebelum ayam
mengenal ibu. Ayah mengatakan untuk aku tetap hidup normal dan membantu
siapapun yang kesulitan dengan kelebihan yang aku punya. Dengan begitu ayah dan
ibuku akan diberi pengampunan atas takdir yang ditentangnya.
Dan
pada saat itu aku berniat untuk menghapuskan dosa ayahku.
Dan membantu manusia yang bahkan aku tak mengenal
mereka.
Ini semua demi kedua orang tua ku..
FJ